Clock

Minggu, 18 Januari 2015

Penyebaran Islam di Indonesia

Penyebaran Islam di Indonesia
Agama Islam masuk ke Indonesia secara periodik, tidak sekaligus. Pada makalah ini akan diuraikan mengenai penyebaran Islam dan media yang dipergunakan oleh para pedagang dan mubaligh dan penyebaran Islam di Indonesia. Terdapat beberapa cara yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia, seperti perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian dan dakwah.
Hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang mula-mula di masuki Islam ialah daerah Aceh. (Taufik Abdullah, 1983: 4). Berdasarkan kesimpulan seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berlangsung di Medan pada tanggal 17 – 20 Maret 1963, yaitu: 
-          Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan langsung dari Arab.
-          Daerah yang pertama kali didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera, adapun kerajaan Islam yang pertama adalah di Pasee.
-          Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif mengambil peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan secara damai. 
-          Keterangan Islam di Indonesia, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia. (Taufik Abdullah, 1983: 5)
Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari Arab. (Musrifah, 2005: 10-11). Dan jalur yang digunakan adalah: 
a.      Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran.
Pada tahap awal, saluran yang dipergunakan dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah perdagangan. Hal itu dapat diketahui melalui adanya kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M. Aktivitas perdagangan ini banyak melibatkan bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Arab, Persia, India Cina dan sebagainya. Mereka turut ambil bagian dalam perdagangan di negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Hubungan perdagangan ini dimanfaatkan oleh para pedagang Muslim sebagai sarana atau media dakwah. 
b.      Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak bangsawan Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim dan masyarakat muslim.
Banyak penduduk pribumi, terutama para wanita yang tertarik menjadi istri para saudagar Muslim. Hanya saja ada ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus diislamkan terlebih dahulu. Keislaman mereka menempatkan diri dan keluarganya berada dalam status sosial dan ekonomi yang cukup tinggi. Sebagai bukti, mayoritas dari orang Aceh saat ini ada yang mirip dengan orang-orang Arab, Cina, Eropa  dan India. Bahkan yang mirip India dan Arab lebih banyak kita jumpai diseluruh pesisir Aceh. Hal tersebut adalah sebab dari proses perkawinan antara suku pribumi dengan para saudagar Muslim dan para pendatang dari Eropa pada masa itu.
c.       Pendidikan
Pusat Keunggulan Pengkajian Islam Pada Tiga Kerajaan Islam di Aceh.
1.      Kerajaan Samudra Pasee
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasee, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H). (Mustofa Abdullah, 1999: 54).
Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasee pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana. (Zuhairini,et.al, 2000: 135).
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasee sebagai berikut:
a.       Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i.
b.      Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh.
c.       Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama
d.      Biaya pendidikan bersumber dari Negara. (Zuhairini, et.al., 2000: 136).
Pada zaman kerajaan Samudra Pasee mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasee banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan”. (M.Ibrahim, et.al, 1991: 61).
Menurut Ibnu Batutah juga, Pasee pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid menghadap guru.
2.      Kerajaan Peureulak
Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah Peureulak di Aceh. Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasee dan Peureulak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang Raja Pasee menikah dengan Putri Raja Peureulak. Peureulak merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh Hindu. (Hasbullah, 2001: 29)
Kerajaan Islam Peureulak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.
Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i. (A.Mustofa, Abdullah, 1999: 54)
Dengan demikian pada kerajaan Peureulak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.
3.      Kerajaan Aceh Darussalam
Proklamasi Kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasee di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M).
Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim. (M. Ibrahim, et.al., 1991: 75)
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:
1)      Sebagai tempat belajar Al-Qur’an
2)      Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
1)      Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
2)      Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
3)      Tempat khanduri Maulud pada bulan Mauludan.
4)      Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa
5)      Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
6)      Tempat bermusyawarah dalam segala urusan
7)      Letak meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat. (M. Ibrahim, 1991: 76).
Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil memuat dua orang tiap rumah. Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan madrasah setingkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim. (Hasbullah, 2001: 32).
Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu:
1.      Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2.      Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
3.      Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota Internasional dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
d.      Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang, para mubaligh itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya pengajaran agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang kuat di nusantara. Diantara para ulama dan pijangga yang pernah datang ke kerajaan Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul Khair Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani ahli dalam bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang mengajar logika. (M.Ibrahim,et.al., 1991: 88)
Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu.
Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasee. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya.
Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul Salatin.
Pada masa kejayaan  kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) oleh Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, salah satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga dijadikan sebagai Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
Dengan melihat banyak para ulama dan pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam. (M.Ibrahim,et.al., 1991: 89).
e.       Kesenian. Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama adalah seni.
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah melalui pertunjukan tari Saman yang menggambarkan kekompakan umat Islam, tari Laweut atau yang berarti Shalawat dan tari Seudati yang berarti Syahadat atau Mengesakan Allah SWT yang kesemua tari-tarian tersebut berlantunkan dakwah-dakwah Islam.
Media lain yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia adalah seni bangunan, seni pahat atau seni ukir dan seni sastra. Sebagai bukti  adalah seni bangunan masjid peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam (Masjid Baiturrahman).
Seni berbusana juga merupakan salah satu media penyebaran agama Islam di Indonesia, bermula dari motif dan bentuk busana adat Aceh yang khas menggambarkan keislaman dan menutup aurat dan akhirnya seluruh etnis rumpun Melayu hingga kini berbusana adat yang bercorakkan Islam seperti Melayu Deli, Tamiang, Aru, Siak, Minangkabau, Jambi, Riau, dan etnis rumpun Melayu lainnya di seluruh Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaka.
Bentuk agama Islam itu sendiri mempercepat penyebaran Islam, apalagi sebelum masuk ke Indonesia telah tersebar terlebih dahulu ke daerah-daerah Persia dan India, dimana kedua daerah ini banyak memberi pengaruh kepada perkembangan kebudayaan Indonesia. Dalam perkembangan agama Islam di daerah Aceh, peranan mubaligh sangat besar, karena mubaligh tersebut tidak hanya berasal dari Arab, tetapi juga Persia, India, juga dari Negeri sendiri. 
Konversi massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena beberapa sebab (Musrifah, 2005: 20-21), yaitu:
1.      Portilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam.
2.      Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan berinteraksi dengan orang muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang yang kaya raya. Karena kekayaan dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan peranan penting dalam bidang politik dan diplomatik.
3.      Kejayaan militer. Orang muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan.
4.      Memperkenalkan tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah Asia Tenggara yang sebagian besar belum mengenal tulisan. 
5.      Mengajarkan penghapalan Al-Qur’an. Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut baru, khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat. 
6.      Kepandaian dalam penyembuhan. Tradisi tentang konversi kepada Islam berhubungan dengan kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan. Sebagai contoh, Raja Patani menjadi muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh seorang Syaikh dari Pasee.
7.      Pengajaran tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan jahat dan kebahagiaan di akhirat kelak.
Melalui faktor-faktor dan sebab-sebab tersebut, Islam cepat tersebar di seluruh Nusantara sehingga pada gilirannya nanti, menjadi agama utama dan mayoritas negeri ini.



KESIMPULAN
Pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan kepada warga masyarakat sedini mungkin untuk menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai yang disepakati sebagai nilai yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Islam sendiri adalah proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (insan kamil)
Keberhasilan dan kemajuan pendidikan di masa kerajaan Islam di Aceh, tidak terlepas dari pengaruh Sultan yang berkuasa dan peran para ulama serta pujangga, baik dari luar maupun setempat, seperti peran Tokoh pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-Sumatrani, dan Syaeh Nuruddin A-Raniri, yang menghasilkan karya-karya besar sehingga menjadikan Aceh sebagai pusat pengkajian Islam.
Kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam sebagai daerah yang bermula masuk ajaran Islam telah berhasil mengislamkan hampir seluruh penduduk Pulau Sumatra dan semenanjung Malaka, serta mengirimkan utusan-utusan Ulama ke Pulau Jawa dan daerah-daerah lainnya di Nusantara untuk menyebarkan ajaran agama Islam.

1 komentar:

  1. ray ban sunglasses clarance outlet Too lazy cheap ray ban sunglasses clearance to use teleportation, has very little to own one to enjoy the night view of the city, so a person slowly walking in the street, ray ban sunglasses clarance outlet humming a ditty while ray ban sunglasses clarance outlet constantly shook his right leg and then dig dig his crotch, and ray ban sunglasses clarance outlet cheap ray bans clearance outlet occasionally saw several scantily clad waitress twice blowing whistles, scum gesture filling completely.

    BalasHapus